Rabu, 22 Januari 2014

Tahap Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Bawah UUD 1945


Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, pembentukan peraturan perundang-undang nasional dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :

1.   Perencanaan Peraturan Perundang-undang
Perencanaan penyusun undang-undang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Tujuannya agar dalm pembentukan peraturan perundangan-undangan dapat dilaksanakan secara berencana.
Ø Penyusun program legislasi nasional dapat dibedakan menjadi 5 sebagai berikut :
a)    Penyusun Prolegnas antara DPR dan pemerintah dikoordinasi oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
b)   Penyusun Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasi oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusun Prolegnas di lingkungan DPR ini dilakukan dengan mempertimbangkan usulan dari fraksi, komisi, anggota DPR, DPD, dan/atau masyarakat.
c)    Penyusun Prolegnas di lingkungan pemerintah dikoordinasi oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
d)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dan pemerintahan serta di lingkungan DPR diatur dengan peraturan DPR.
e)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Prolegnas di lingkungan pemerintah diatur dengan peraturan presiden.
Hasil penyusunan Prolegnas antara DPR dan pemerintah disepakati menjadi Prolegnas dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Prolegnas tersebut ditetapkan dengan keputusan DPR.
Perncanaan penyusunan peraturan pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusun peraturan pemerintah. Perncanaan penyusunan peraturan pemerintah dikoordinasi oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Perncanaan penyusunan peraturan pemerintah ditetapkan dengan keputusan presiden. Dalam keadaan tertentu, kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dapat mengajukan rancangan pengaturan pemerintah di luar perencanaan penyusunan peraturan pemerintah. Rancangan pengaturan pemerintah dalam keadaan tertentu dibuat berdasarkan kebutuhan undang-undang atau putusan Mahkamah Agung. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perncanaan penyusunan peraturan pemerintah diatur dengan peraturan presiden.
Perncanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam suatu suatu Program Legislasi Daerah (Prolegda). Prolegda adalah instrumen perencanaan pembentukan produk hukum daerah yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. Perencanan peraturan daerah provinsi dilaksanakan oleh Prolegda provinsi, sedangkan perencanan peraturan daerah kabupaten/kota dilaksanakan oleh Prolegda kabupaten/kota. Prolegda provinsi ditetapkan dengan keputusan DPRD provinsi. Prolegda kabupaten/kota ditetapkan dengan keputusan DPRD kabupaten/kota. Prolegda memuat program pembentukan peraturan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan judul rancangan peraturan daerah, menteri yang diatur, dan berkaitan dengan perundang-undangan lainnya.
Ø Penyusunan Prolegda, baik provinsi maupun kabupaten/kota didasarkan atas beberapa hal sebagai berikut :
a)    Perintah peraturan perundan-undangan yang lebih tinggi
b)   Rencana pembangunan daerah
c)    Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan
d)   Aspirasi daerah
Ø Dalam Prolegda provinsi dapat dimuat daftar komulatif terbuka yang terdiri atas :
a)    Akibat putusan Mahkamah Agung
b)   Anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi
Ø Dalam keadaan tertentu, DPRD provinsi dan gubernur dapat mengajukan rancangan peraturan daerah provinsi di luar Prolegda provinsi sebagai berikut :
a)    Untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam
b)   Akibat kerja sama dengan pihak lain
c)    Keadaan lain yang bersifat urgensi dan mendapat persetujuan bersama kelengkapan DPRD
Ø Dalam Prolegda kabupaten/kota dapat dimuat daftar komulatif terbuka mengenai :
a)    Pembentukan , pemekaran, dan penggabungan desa/nama lainnya

2.   Penyusun Peraturan Perundang-undangan
Dalam prnyusunan undang-undang pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 proses yaitu : Penyusunan undang-undang terhadap rancangan undang-undang (RUU) yang berasal dari DPR dan presiden, RUU dari presiden, RUU dari DPD. Semua RUU tersebut harus disertai Naskah Akademik dan disusun berdasarkan Prolegnas.
Ø Proses penyusunan undang-undang terhadap rancangan undang-undang (RUU) yang berasal dari DPR dan presiden, RUU dari presiden, RUU dari DPD yaitu :
Pertama, rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPR . RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau DPD. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep RUU dari DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Setelah siap, RUU dari DPR tersebut segera disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada presiden. Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Menteri yang ditunjuk presiden segera mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan materi yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum.
Kedua, rancangan undang-undang yang diajukan oleh presiden. RUU yang diajukan oleh presiden oleh menteri sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. Dalam penyusunan RUU, menteri terkait membentuk panitia antarkementerian atau antarnonkementerian. Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU yang berasal dari presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Setelah RUU dari presiden siap, RUU segera diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR. Surat presiden sebagaimana memuat penunjukan menteri yang ditugasi mewakili presiden kepada dalam melakukan pembahasan RUU bersama DPR. DPR mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lama 60 haari terhitung sejak surat presiden diterima.
Ketiga, rancangan undang-undang yang diajukan oleh DPD. RUU dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR dan harus disertai Naskah Akademik. Usul RUU disampaikan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi untuk dilakukann pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU. Alat kelengkapan dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU dapat mengundang pimpinan alat kelengkapan DPD yang mempunyai tugas di bidang perancang undang-undang untuk membahas usul RUU. Alat kelengkapan DPD menyampaikan laporan tertulis mengenai hasil pengharmonisasian kepada pimpinan DPR untuk selanjutnya diumumkan dalam rapat paripurna.
Proses penyusunan peraturan pemerintah pengganti undag-undang (perpu) harus diajukan ke DPR dalam persidangan berikutnya. Pengajuan perpu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan perpu menjadi undang-undang. DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak terhadap perpu. Dalam hal perpu mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, perpu tersebut ditetapkan menjadi Undang-Undang. Dalam hal perpu tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, perpu tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku. Dalam hal perpu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, DPR dan presiden mengajukan RUU tentang pencabutan perpu. RUU tentang pencabutan perpu mengatur segala akibat hukum dari pencabutan perpu. RUU tentang pencabutan perpu ditetapkan menjadi undang-undang tentang pencabutan perpu dalam rapat paripurna.
Proses penyusunan peraturan pemerintah (PP) sama dengan proses penyusunan peraturan presiden (perpres). Dalam penyusunan rancangan PP dan perpres diawali dengan pembentukan panitia antarkementerian oleh pemrakarsa. Berikutnya dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan PP dan perpres dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum.
Proses penyusunan peraturan daerah provinsi (perda provinsi) dan peraturan daerah kabupaten/kota (perda kabupaten/kota). Proses penyusunan perda provinsi pada dasarnya sama dengan proses penyusunan perda kabupaten/kota. Hanya berbeda pada pihak yang berwenang membentuk peraturannya. Rancangan perda provinsi dibentuk oleh DPRD  provinsi bersama gubernur, sedangkan perda kabupaten/kota dibentuk oleh DPRD  kabupaten/kota bersama bupati/wali kota.

Ø Ketentuan dalam penyusunan peraturan daerah baik perda provinsi maupun perda kabupaten/kota sebagai berikut :
a)    Raperda harus disertai dengan penjelasan/keterangan atau Naskah Akademik. Dalam hal rancangan perda mengenai APBD, pencabutan perda, perubahan perda yang hanya terbatas mengubah beberapa materi, disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.
b)   Raperda dapat diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislatif.
c)    Raperda yang telah disiapkan oleh DPRD (provinsi atau kabupaten/kota) disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota).
d)   Raperda yang telah disiapkan oleh kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota) disampaikan dengan surat pengantar kepala daerah kepada pimpinan DPRD (provinsi atau kabupaten/kota).
e)    Apabila dalam sidang DPRD dan kepala daerah menyampaikan raperda mengenai materi yang sama, yang dibahas raperda yang disampaikan oleh DPRD dan raperda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

3.   Pembahasan Peraturan Perundang-undangan
Pembahasan RUU dilakukan oleh DPR bersama presiden atau menteri yang ditugasi. Pembahasan RUU berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan dengan mengikutsertakan DPD. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Ø Pembahasan RUU dilakukan melalui 2 tingkat pembicaraan yaitu :
Pertama, pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat badan legislasi, rapat badan anggaran, atau rapat panitia khusus. Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatan pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.
Kedua, pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna. Pembicaraan tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan :
a)    Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I.
b)   Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna, jika terpaksa bisa dilakukan voting.
c)    Penyampaian pendapat akhir presiden yang dilakukan oleh menteri yang ditugasi.
Jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan presiden, RUU tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. RUU yang sudah diajukan dapat ditarik kembali sebelum dibahas oleh DPR dan presiden. Adapun RUU yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan DPR dan presiden.
Peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), dan peraturan pemerintah pengganti undag-undang (perpu) dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan RUU. Tetapi untuk pencabutan perpu dilaksanakan melalui mekanisme khusus yang dikecualikan dari mekanisme pembahasan RUU.
Ø Mekanisme khusus tersebut dilaksanakan dengan tata cara sebagai berikut :
a)    Pertama, RUU tentang pencabutan perpu diajukan oleh DPR atau presiden.
b)   Kedua, RUU tentang pencabutan perpu diajukan pada saat rapat paripurna DPR tidak memberikan persetujuan atas perpu yang diajukan oleh presiden.
c)    Ketiga, pengambilan keputusan persetujuan terhadap RUU tentang pencabutan perpu dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR yang sama dengan rapat paripurna penetapan tidak memberikan persetujuan atas perpu tersebut.
Perbedaan mekanisme perda provinsi dan perda kabupaten/kota, yaitu terletak pada pihak-pihak yang berwenang untuk membahasnya. Pembahasan rancangan perda provinsi dilakukan oleh DPRD provinsi bersama gubernur, sedangkan Pembahasan rancangan perda kabupaten/kota dilakukan oleh DPRD kabupaten/kota bersama bupati/wali kota.
Ø Pembahasan rancangan perda provinsi maupun perda kabupaten/kota dilakukan melalui dua tingkat, yaitu :
a)    Tingkat pertama, yaitu pembahasan dalam rapat komisi/panita/badan atau rapat alat kelengkapan DPRD.
b)   Tingkat kedua, yaitu rapat paripurna.
Rancangan perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD (provinsi atau kabupaten/kota) dan kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Rancangan perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan DPRD (provinsi atau kabupaten/kota) dan kepala daerah (gubernur atau bupati/wali kota).

4.   Pengesahan/Penetapan Peraturan Perundang-undangan
RUU yang telah disetujui oleh DPR dan presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-undang, dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. RUU disahkan oleh presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU disetujui oleh DPR dan presiden. Jika tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak RUU disetujui bersama, RUU sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Mekanisme pengesahan/penetapan RUU berlaku sama dengan mekanisme pengesahan/penetapan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, kecuali pada perda provinsi dan perda kabupaten/kota.
Rancangan perda provinsi dan perda kabupaten/kota yang sudah mendapat persetujuan bersama paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan harus sudah disampaikan kepala daerah oleh pimpinan DPR untuk disahkan menjadi perda. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah mendapat persetujuan, perda harus sudah ditandatangani oleh kepala daerah. Jika tidak ditandatangani dalam batas waktu paling lambat 30 hari, perda yang telah disetujui bersama tersebut tetap sah sebagai perda dan wajib diundangkan.

5.    Pengundangan Peraturan Perundang-undangan
Pengundangan peraturan perundang-undangan dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum.
Ø Contoh tempat pengundangan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a)    Berita Negara Republik Indonesia meliputi peraturan perundang-undangan yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
b)   Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan peraturan perundang-undangan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Selain itu, perda provinsi dan perda kabupaten/kota diundangkan dalam lembaran daerah. Peraturan gubernur dan bupati/wali kota diundangkan dalam berita daerah. Pengundangan perda dilakukan oleh sekretaris daerah. Perda provinsi dan perda kabupaten/kota mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangka, kecuali ketentuan lain dalam perda yang bersangkutan.
Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan/penetapan, sampai pengundagan peraturan perundang-undangan, pihak-pihak yang terkait harus melakukan penyebarluasan. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat serta para pemangku kepentingan melalui media cetak, media elektronik, dan cara lain. Sehingga masyarakat dan para pemangku kepentingan mengerti dan memahami maksud-maksud yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan, sehingga kita bisa memberikan masukan serta dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar