BILA RASAKU INI RASAMU
“Menunggu
itu memang menyakitkan, begitupun juga dengan meninggalkan.
Tapi lebih
menyakitkan lagi ketika kita tidak tau harus menunggu atau meninggalkan.”
***
Namaku Alisya Andini. Biasanya
dipanggil Lisya. Aku berumur 15 tahun. Hariku berawal ketika sang surya
menembus tirai kamarku dan tepat mengenai wajahku. Dengan mata yang masih
setengah tertutup, aku beranjak dari tempat tidur dan segera menuju ke kamar
mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Hari ini adalah hari terkahir Masa
Orientasi Siswa atau yang biasa disebut dengan MOS. Salah satu kegiatan
orientasi itu adalah meminta tanda tangan kepada pengurus osis, guru, dan
pegawai lainnya. Seketika mataku tertuju pada seseorang yang tengah berdiri di
bawah ring basket. Namun, aku memalingkan pandanganku ke arah lain dan melanjutkan
perintah yang diberikan sebelumnya.
***
Aku merebahkan tubuh, menghilangkan
penat setelah kegiatan orientasi hari itu. Masih terbayang seseorang yang ku
lihat secara sekilas tadi.
Ceklek....
Suara pintu terbuka membuyarkan
seluruh lamunanku tentang seseorang tadi. Seorang paruh baya mendekatiku. Ya,
itu adalah ibuku. “Lisya, makan dulu gih, makanan udah mama siapin.” ucapnya. Aku
sedikit tergetak dan sesegera mungkin bangun dari tempat tidur. “Ya, ma. Nanti
Lisya nyusul.” ucapku. Kemudian aku mengikuti langkah kaki ibuku menuju ruang
makan.
***
Ini adalah hari pertamaku sekolah
setelah tiga hari melewati masa orientasi. Lagi, aku melihat orang yang sama
dengan seseorang yang ku lihat pada saat orientasi sekaligus orang yang mengisi
pikiranku semalam.
Aku menatap aneh ke arahnya.
"Siapa dia? Kenapa aku menjadi ingin mengetahui bagaimana
kehidupannya?" pikirku. Aku menepiskan pikiranku. Dengan semangat aku
memasuki ruangan kelasku. Asing, sangat asing. Aku sama sekali tak mengenali
salah satu di antara teman-teman baruku ini. Sepertinya temanku saat SMP yang
bersekolah disini belum datang, atau mungkin aku memang tidak sekelas dengan
salah satu diantara mereka? Aku meletakkan tasku di meja baru ini, meja yang
akan aku gunakan di sekolah ini. Aku menatap kosong ke arah teman-temanku,
mengapa tak ada yang menghampiriku? "Eh, sekolah kita kan bakal ngadain
acara buat ulang tahunnya." ucap seseorang. Aku mendengarnya, ku balik
hadapanku agar lebih bisa mendengar informasi penting tentang sekolahku. Ya,
sekolah baruku lebih tepatnya.
Kegiatan dan keadaan di kelas ialah
sebagaimana layaknya menjadi murid baru.
Perkenalan sudah pasti menjadi hal yang paling utama dengan keadaan
kelas yang baru dan teman-teman yang baru pula.
Ku lihat seseorang yang tak asing
memasuki ruang kelas dimana saat ini aku berada. Kulihat ia tersenyum dan
melambaikan tangannya ke arahku. Ia mendekatkan kakinya menuju kursiku.
***
Hari demi hari berganti, dua hari sebelum
acara dilaksanakan, suara pengemuman bergema di lorong kelas mengatakan bahwa
akan diadakan berbagai macam lomba antar kelas untuk memeriahkan acara tersebut,
salah satunya yaitu memperindah kelas dan membuat berbagai macam menu makanan.
Setiap kelas diberikan kepercayaan untuk menghias dan membuat makan sesuai
dengan imajinasi mereka dan menentukan baju apa yang akan mereka pakai saat
acara itu.
Jam dinding kelasku menunjukkan pukul 07.45.
Kegiatan di kelasku masih sama, kami masih sangat sibuk memperindah kelas dan
mempersiapkan beberapa menu makanan yang akan dinilai.
Aku melihat seseorang sudah berada
di depan kelas. Ia memperhatikan
aktivitas di kelasku. Ia adalah Bu Intan, wanita paruh baya yang memiliki
tinggi semampai dan berkacamata, yang notabennya yaitu wali kelas kesayanganku.
Beberapa menit kemuadian, beberapa orang juga memasuki kelasku. Mereka
memperkenalkan diri sebagai tim penilai dari kegiatan lomba antar kelas ini.
Seseorang mampu menarik
perhatianku, orang yang tak asing lagi bagiku. Orang yang akhir-akhir ini
memenuhi pikiranku. Dia orang yang membuatku tertarik akan kehidupan dan
kepribadiannya.
Pandanganku tak pernah lepas
darinya. Aku memperhatikan gerak-geriknya. Seketika berbagai macam pertanyaan
muncul di dalam pikiranku. “Eh tau gak, kakak itu namanya siapa ya?” ucapku
bertanya kepada Rara. Rara adalah gadis cantik, berkulit putih, dan memiliki
postur tubuh
yang bagus. Rara menolehkan kepalanya ke seseorang yang aku tanyakan. “Hm kalau
gak salah namanya Kak Dewa. Kenapa emang Lis?” Aku sedikit mengangguk tanda
mengerti. “Gak ada, cuma mau nanya aja .” ucapku membalas pertanyaan Rara. “Aku pikir kenapa. Eh dia Hindu
loh.” Ucapnya. “Oh ya? Hm yayaya.”
***
Setelah hari perlombaan itu, aku
semakin penasaran dengan kakak kelas yang akrab disapa Dewa itu. Aku
mendapatkan informasi bahwa dia adalah kakak kelas yang cukup banyak dikagumi
oleh adik kelas, teman seangkatan, bahkan kakak kelas pun banyak yang
mengaguminya.
Tak bisa ku pungkiri bahwa semakin
hari aku semakin sering memperhatikannya hingga lupa bagaimana keadaan di
sekitarku. Entah ada dorongan apa yang membuatku menjadi seperti ini.
***
Hari ini aku berniat ke
perpustakaan untuk mengembalikan buku, kebetulan hari ini masih bebas dari jam
pelajaran. Keadaan saat ini sedang gerimis, namun tak mengurungkan niatku untuk
pergi ke perpustakaan. Dari kelasku yang berada di lantai atas, aku mempercepat
langkahku, khawatir jika hujan menjadi deras dan bisa membasahi buku yang
hendak ku kembalikan.
Aku menaiki satu per satu tangga
sederhana untuk masuk ke dalam perpustakaan. Aku ngusap-usap jilbabku yang
sedikit basah karena rintikan air gerimis.
Aku melihat seseorang berada di
sudut perpustakaan. Aku tersenyum dan mendekat ke arahnya. Terlihat ia sedang
memperhatikan satu persatu buku yang terletak di salah
satu ranjang buku berwarna abu itu. Ia sama sekali tidak mengetahui
keberadaanku. Aku berniat menjahilinya, namun ku urungkan niatku. Aku ingat
sekali bahwa dia sulit untuk diajak bercanda. “Ra! Rara!” sontak ia terkejut
hingga menjatuhkan salah satu buku yang sedang ia pegang.
“Lisya! Sejak kapan kamu disini?”
ucapnya sambil mengelus-elus dadanya. Terlihat ia sangat terkejut, napasnya
saja masih terengah-engah hingga kini. Aku sedikit cekikikan melihatnya.
“Barusan kok. Serius banget sih kamu sampai syok gitu. Hihi.”
Rara mengerucutkan bibirnya
kemudian mengabil buku yang jatuh tadi. “Nyari buku Ekonomi, bisa mampus aku
kalau gak melajarin ini. Ehya, aku mau minjem dulu ya.” Aku langsung menarik
tangan Rara agar memberhentikan langkahnya. Rara kelihatan bingung.
“Mumpung lagi bebas mending diem
disini dulu deh. Liat tuh di luar lagi hujan. Kebetulan ada yang mau aku
ceritain.” Ucapku. Rara mengerutkan dahinya, ia tampak berpikir hingga akhirnya
ia mengangguk. Aku tersenyum senang dan menarik Rara untuk menjauh dari
beberapa orang yang tengah membaca buku.
Rara mendengarkan curhatan yang aku
ceritakan panjang lebar tanpa volume atau jari-jari. Aku mengatakan bahwa aku
menyukai orang yang sempat aku tanyakan namanya kepada Rara, siapa lagi kalau
bukan Kak Dewa. Ya, aku mengatakan bahwa aku menyukainya. Padalah aku tidak
tahu mengapa aku selalu diam-diam memperhatikan bahkan sampai memikirkannya,
namun aku bisa menyimpulkan bahwa aku memang tertarik padanya.
Aku tahu Rara adalah pendengar yang
baik, ia bisa menerima curhatanku yang terdengar amatir ini. “Mau aku bantuin
buat deket sama dia gak, Lis?” Sontak aku mempertajam pandanganku pada Rara. “Serius, Ra? Emang kamu bisa?” tanyaku
sambil memegang tangan Rara. “Ya ngga tau juga sih, tapi ya nantilah aku coba,
berhasil atau gaknya sih belakangan. Haha” Aku tersenyum lebar sambil
memperlihatkan deretan gigiku.
“Udah yuk ah balik ke kelas” ucap Rara
sambil beranjak dari tempat duduknya. Aku mengikuti langkah Rara menuju meja
penjaga. Setelah urusan kami selesai dengan penjaga perpustakaan, kami pun
bergegas menuju kelas. Hujan masih cukup deras, membuat kami harus melewati
teras milik kelas lain.
Aku merapatkan kedua tanganku di
depan. Aku merasa sangat kedinginan hingga menggigil. Aku melirik ke arah
kanan, langkahku terhenti seketika. Mataku menatap sangat lekat ke arah lelaki
yang tengah menulis. Aku baru sadar ternayata aku melewati koridor kelas kak Dewa, kakak kelas
yang aku kagumi. Aku tersenyum tipis dan sesegera mungkin untuk melanjutkan
perjalananku menuju kelas.
***
Rupanya aku tidak puas jika menceritakan bagaimana perasaanku hanya
dengan satu orang saja. Beruntunglah aku memiliki sepupu yang ternyata sekelas
dengan kak Dewa. Sebut saja Karin. Ia adalah sepupuku yang satu tahun lebih tua
dariku. Aku menceritakan hal yang sama dengan apa yang aku katakan pada Rara.
Karin seperti tak percaya bahwa aku menyukai teman sekelasnya itu. Entahlah, ia
memang sangat heboh jika aku menceritakan sesuatu padanya, terlebih lagi kali
ini berkaitan dengan teman sekelasnya. Aku semakin senang saat ia memberikan
respon yang sama seperti Rara. Karin bersedia membantuku untuk mendekati kak
Dewa. Tentu saja aku bahagia ketika ada dua orang yang baik hendak membantuku.
***
Waktu terus berjalan. Tak teras
satu tahun berlalu. Perasaanku semakin tak bisa terkontrol. Perasaanku terhadap
kak Dewa semakin menadalam saja. Aku takut jika menyukai orang yang salah. Tak
ada respon apapun darinya. Dia benar-benar tipikal cowok yang cuek dan dingin.
Selama aku mengenalnya juga, aku tidak pernah mendengar ia memiliki pacar
ataupun gebetan. Rara dan Karin tetap memberikan informasi tentang Dewa. Karin
sudah seperti pengintai untukku agar tau bagaimana dan apa saja yang Dewa
lakukan jika di dalam kelas. Sedangkan Rara? Ia memang tidak terlalu sering
berkomunikas denganku, karena memang kami tidak terlalu dekat. Namun sesekali
ia memberikan informasi kepadaku tentang apa yang berkaitan dengan Dewa.
Terlebih lagi Rara memiliki teman dekat yang bisa dibilang dekat dan akrab
dengan kakak kelas termasuk Dewa, ia adalah Salsa. Salsa bisa dibilang sebagai
perempuan yang supermodis dengan penampilan dan kepribadian yang sangat modern.
***
Aku mempercepat laju motor matic
kesanyanganku. Hari itu aku bangun agak terlambat karena semalam aku
menyelesaikan tugas hingga larut malam. Aku khawatir sekali jika pintu gerbang
ditutup. Pandanganku sangat fokus menatap jalanan yang sedikit basah karena
hujan semalam.
Bersyukur ternyata gerbang sekolah
belum ditutup. Aku melirik jam tanganku, lima menit lagi menunjukkan pukul
07.00. Aku segera masuk dan memarkirkan kendaraanku.
Dengan cepat aku menaiki tangga
menuju kelasku. Sampai di depan pintu kelasku, aku mendengar suara keributan
dari dalam, tak sengaja aku mendengar apa yang mereka ributkan. Ternyata mereka
meributkan kabar bahagia Rara yang mempunyai pacar baru dan itu adalah kak
Dewa.
Aku yang masih berdiri di depan
pintu terdiam seperti orang bisu setelah aku mendengar kabar bahagia Rara yang
mempunyai pacar baru tadi yang sama sekali tidak mebuatku ikut bahagia, malah
membuatku meneteskan air mata. Aku tak menduga bahwa Rara, seseorang yang
selama ini membantuku untuk bisa dekat dengan kak Dewa, sekarang menjadi pacar
kak Dewa.
Bel tanda masuk pun berbunyi. Aku
melangkahkan kakiku masuk ke ruang kelas dengan cepat seraya menghapus air mata
yang terjatuh ke pipi dan langsung menuju tempat dudukku. Dengan rasa sakit
hati dan kecewa, aku mengikuti pelajaran yang saat itu di ajarkan bu Intan.
***
“Kantin yuk, Lis!” sapa Rara dengan
memukul pundakku sambil tersenyum. “Ya? Kenapa Ra?” jawabku dengan nada
terkejut hingga menghentikan tulisanku yang tak karuan karena sedang melamun. “Ngelamun
aja kamu. Ngelamunin apaan sih? Kantin yuk, laper nih. Aku traktir deh. Yuk!”
ucap Rara. “Duluan aja deh, ntar aku nyusul. Aku belum laper.” Sambil melanjutkan
tulisanku.
Teeeeennnnngggggggggg........
Suara bel pulang berbunyi, tanda
semua pelajaran telah usai. Saat untuk pulang dan beristirahat menghilangkan
penat yang seharian telah menguras tenaga akhirnya datang. Aku segera berjalan
keluar kelas meninggalkan kelas yang saat itu sangat bising. Tiba-tiba ada
suara yang memanggilku. “Lisya!” Aku menoleh ke belakang, ternyata itu suara
Rara. Dia melambaikan tangannya yang mengisyaratkanku untuk menunggunya yang
sedang berbicara dengan Salsa. Namun, aku berbalik arah dan melanjutkan
langkahku untuk pergi, karena aku berniat untuk menjauh dari Rara, akibat
berita itu .
Berhari-hari aku mencoba untuk
menjauhi Rara dengan tidak terlalu menghiraukannya dan berhenti mencari informasi tentang kak
Dewa darinya, karena itu akan membuatku sakit. Yang dulunya jika ada tugas
kelompok atau tugas individu lainnya, aku dan Rara sering satu kelompok atau
sering mengerjakan tugas bersama. Namun sekarang, sejak beredarnya kabar itu, aku tidak
pernah mengerjakan tugas bersama dengan Rara lagi dan dari itu hubungan kami
menjadi renggang.
Selama Rara dan kak Dewa pacaran,
aku mencoba untuk melupakan semua tentang kak Dewa. Berbagai macam cara ku
lakukan, seperti mencari kesibukan yang benar-benar sibuk sampai mencoba membuka
hatiku untuk orang lain.
Tapi
semua itu tidak membuahkan hasil dan berujung sia-sia.
Beberapa bulan berjalan, akhirnya
aku mendengar kabar bahwa Rara dan kak Dewa putus. Saat itu aku meresa senang.
Dimana peristiwa yang aku inginkan pun terjadi. Karena aku tidak berhasil untuk
melupakan kak Dewa, jadi aku melajutkan untuk mencari tahu kehidupannya lebih
dalam, karena satu tahun tidaklah waktu yang cukup untuk mencari tahu kehidupan
seseorang secara keseluruhan.
***
Tahun ketiga pada masa putih biru,
ketika kelas tiba-tiba di rolling. Merelakan dipisahkan dengan teman-teman yang
sudah dua tahun bersama. Setelah kelas di rolling, ternyata aku tetap sekelas
dengan Rara. Karena itu, aku dan Rara pun mulai dekat kembali dan juga karena
ia telah putus dengan kak Dewa. Sejak
situlah
Rara mulai bercerita tentang hubungannya dulu dengan kak Dewa. Dia memberi tahu
ku sebatas tentang bagaimana sifat, hobi dari kak Dewa.
Tentang kak Dewa sendiri, setelah
ia melewati masa putih birunya, aku sebenarnya kurang tahu kemana dan dimana ia
melanjutkan sekolahnya. Namun, aku bertanya kepada sepupuku Karin untuk
mengetahui itu, karena dia dulunya sekelas dengan kak Dewa. Ternyata kak Dewa
sekolah di sekolah yang menjadi rival dari sekolahnya Karin yaitu SMA Bina
Bangsa, karena dulunya kak Dewa tidak lulus di sekolahnya Karin.
Setelah Karin memberi tahu ku
dimana kak Dewa melanjutkan sekolahnya, aku hanya bisa mencari tahu tentang kak
Dewa dari media sosial walaupun itu sangat minim dan kak Dewa jarang update
juga disana, setidaknya itu sedikit membantu untuk menelusuri kehidupannya
setelah melewati masa putih biru.
***
Tak terasa tiga tahun sudah aku
mejadi anak putih biru sekaligus orang yang diam-diam memperhatikan, aku
jelajahi kehidupannya, dan orang yang membuatku penasaran akan kepribadiannya yang
menarik perhatian ku ketika MOS terakhir berlangsung yang tak lain yaitu kak
Dewa.
Aku melajutkan sekolahku di tempat
yang sama dengan Karin, yaitu SMA Nusantara. Disana aku mulai merasakan bahwa
apa yang telah ku usahakan selama ini untuk mendapatkan perhatian dan hati kak
Dewa itu tidak ada artinya. Tapi aku tetap bertahan menunggu dan berharap untuk
mendapatkan perhatian dan hati itu, walaupun itu adalah suatu hal yang bisa
dikatan tidak mungkin terjadi dan menunggu itu memang hal yang tidak menyenangkan.
Seiring berjalannya waktu, aku
mulai berfikir dengan baik mengapa aku harus menunggu dan mempertahankan cinta
yang tak pasti dan tak kunjung datang kepadaku. Dan akhirnya aku mencoba untuk
melupakan dan menghapus tentang kak Dewa dari kehidupanku. Walau hati dan
pikiran ini berkata lain, namun aku harus akui bahwa aku sudah terlalu lelah
untuk menanti cinta yang tak kunjung datang itu. Tapi mungkin bukan sekarang
kita bisa saling memiliki, tapi mungkin
suatu saat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar