Sabtu, 28 November 2015

Cerpen - BILA RASA KU INI RASAMU

BILA RASAKU INI RASAMU
“Menunggu itu memang menyakitkan, begitupun juga dengan meninggalkan.
Tapi lebih menyakitkan lagi ketika kita tidak tau harus menunggu atau meninggalkan.”
***
Namaku Alisya Andini. Biasanya dipanggil Lisya. Aku berumur 15 tahun. Hariku berawal ketika sang surya menembus tirai kamarku dan tepat mengenai wajahku. Dengan mata yang masih setengah tertutup, aku beranjak dari tempat tidur dan segera menuju ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Hari ini adalah hari terkahir Masa Orientasi Siswa atau yang biasa disebut dengan MOS. Salah satu kegiatan orientasi itu adalah meminta tanda tangan kepada pengurus osis, guru, dan pegawai lainnya. Seketika mataku tertuju pada seseorang yang tengah berdiri di bawah ring basket. Namun, aku memalingkan pandanganku ke arah lain dan melanjutkan perintah yang diberikan sebelumnya.
***
Aku merebahkan tubuh, menghilangkan penat setelah kegiatan orientasi hari itu. Masih terbayang seseorang yang ku lihat secara sekilas tadi.
Ceklek....
Suara pintu terbuka membuyarkan seluruh lamunanku tentang seseorang tadi. Seorang paruh baya mendekatiku. Ya, itu adalah ibuku. “Lisya, makan dulu gih, makanan udah mama siapin.” ucapnya. Aku sedikit tergetak dan sesegera mungkin bangun dari tempat tidur. “Ya, ma. Nanti Lisya nyusul.” ucapku. Kemudian aku mengikuti langkah kaki ibuku menuju ruang makan.
***
Ini adalah hari pertamaku sekolah setelah tiga hari melewati masa orientasi. Lagi, aku melihat orang yang sama dengan seseorang yang ku lihat pada saat orientasi sekaligus orang yang mengisi pikiranku semalam.
Aku menatap aneh ke arahnya. "Siapa dia? Kenapa aku menjadi ingin mengetahui bagaimana kehidupannya?" pikirku. Aku menepiskan pikiranku. Dengan semangat aku memasuki ruangan kelasku. Asing, sangat asing. Aku sama sekali tak mengenali salah satu di antara teman-teman baruku ini. Sepertinya temanku saat SMP yang bersekolah disini belum datang, atau mungkin aku memang tidak sekelas dengan salah satu diantara mereka? Aku meletakkan tasku di meja baru ini, meja yang akan aku gunakan di sekolah ini. Aku menatap kosong ke arah teman-temanku, mengapa tak ada yang menghampiriku? "Eh, sekolah kita kan bakal ngadain acara buat ulang tahunnya." ucap seseorang. Aku mendengarnya, ku balik hadapanku agar lebih bisa mendengar informasi penting tentang sekolahku. Ya, sekolah baruku lebih tepatnya.
Kegiatan dan keadaan di kelas ialah sebagaimana layaknya menjadi murid baru.  Perkenalan sudah pasti menjadi hal yang paling utama dengan keadaan kelas yang baru dan teman-teman yang baru pula.
Ku lihat seseorang yang tak asing memasuki ruang kelas dimana saat ini aku berada. Kulihat ia tersenyum dan melambaikan tangannya ke arahku. Ia mendekatkan kakinya menuju kursiku.
***
Hari demi hari berganti, dua hari sebelum acara dilaksanakan, suara pengemuman bergema di lorong kelas mengatakan bahwa akan diadakan berbagai macam lomba antar kelas untuk memeriahkan acara tersebut, salah satunya yaitu memperindah kelas dan membuat berbagai macam menu makanan. Setiap kelas diberikan kepercayaan untuk menghias dan membuat makan sesuai dengan imajinasi mereka dan menentukan baju apa yang akan mereka pakai saat acara itu.
 Jam dinding kelasku menunjukkan pukul 07.45. Kegiatan di kelasku masih sama, kami masih sangat sibuk memperindah kelas dan mempersiapkan beberapa menu makanan yang akan dinilai.
Aku melihat seseorang sudah berada di depan kelas. Ia  memperhatikan aktivitas di kelasku. Ia adalah Bu Intan, wanita paruh baya yang memiliki tinggi semampai dan berkacamata, yang notabennya yaitu wali kelas kesayanganku. Beberapa menit kemuadian, beberapa orang juga memasuki kelasku. Mereka memperkenalkan diri sebagai tim penilai dari kegiatan lomba antar kelas ini.
Seseorang mampu menarik perhatianku, orang yang tak asing lagi bagiku. Orang yang akhir-akhir ini memenuhi pikiranku. Dia orang yang membuatku tertarik akan kehidupan dan kepribadiannya.
Pandanganku tak pernah lepas darinya. Aku memperhatikan gerak-geriknya. Seketika berbagai macam pertanyaan muncul di dalam pikiranku. “Eh tau gak, kakak itu namanya siapa ya?” ucapku bertanya kepada Rara. Rara adalah gadis cantik, berkulit putih, dan memiliki postur tubuh yang bagus. Rara menolehkan kepalanya ke seseorang yang aku tanyakan. “Hm kalau gak salah namanya Kak Dewa. Kenapa emang Lis?” Aku sedikit mengangguk tanda mengerti. “Gak ada, cuma mau nanya aja .” ucapku membalas pertanyaan Rara. “Aku pikir kenapa. Eh dia Hindu loh.” Ucapnya. “Oh ya? Hm yayaya.”
***
Setelah hari perlombaan itu, aku semakin penasaran dengan kakak kelas yang akrab disapa Dewa itu. Aku mendapatkan informasi bahwa dia adalah kakak kelas yang cukup banyak dikagumi oleh adik kelas, teman seangkatan, bahkan kakak kelas pun banyak yang mengaguminya.
Tak bisa ku pungkiri bahwa semakin hari aku semakin sering memperhatikannya hingga lupa bagaimana keadaan di sekitarku. Entah ada dorongan apa yang membuatku menjadi seperti ini.
***
Hari ini aku berniat ke perpustakaan untuk mengembalikan buku, kebetulan hari ini masih bebas dari jam pelajaran. Keadaan saat ini sedang gerimis, namun tak mengurungkan niatku untuk pergi ke perpustakaan. Dari kelasku yang berada di lantai atas, aku mempercepat langkahku, khawatir jika hujan menjadi deras dan bisa membasahi buku yang hendak ku kembalikan.
Aku menaiki satu per satu tangga sederhana untuk masuk ke dalam perpustakaan. Aku ngusap-usap jilbabku yang sedikit basah karena rintikan air gerimis.
Aku melihat seseorang berada di sudut perpustakaan. Aku tersenyum dan mendekat ke arahnya. Terlihat ia sedang memperhatikan satu persatu buku yang terletak di salah satu ranjang buku berwarna abu itu. Ia sama sekali tidak mengetahui keberadaanku. Aku berniat menjahilinya, namun ku urungkan niatku. Aku ingat sekali bahwa dia sulit untuk diajak bercanda. “Ra! Rara!” sontak ia terkejut hingga menjatuhkan salah satu buku yang sedang ia pegang.
“Lisya! Sejak kapan kamu disini?” ucapnya sambil mengelus-elus dadanya. Terlihat ia sangat terkejut, napasnya saja masih terengah-engah hingga kini. Aku sedikit cekikikan melihatnya. “Barusan kok. Serius banget sih kamu sampai syok gitu. Hihi.”
Rara mengerucutkan bibirnya kemudian mengabil buku yang jatuh tadi. “Nyari buku Ekonomi, bisa mampus aku kalau gak melajarin ini. Ehya, aku mau minjem dulu ya.” Aku langsung menarik tangan Rara agar memberhentikan langkahnya. Rara kelihatan bingung.
“Mumpung lagi bebas mending diem disini dulu deh. Liat tuh di luar lagi hujan. Kebetulan ada yang mau aku ceritain.” Ucapku. Rara mengerutkan dahinya, ia tampak berpikir hingga akhirnya ia mengangguk. Aku tersenyum senang dan menarik Rara untuk menjauh dari beberapa orang yang tengah membaca buku.
Rara mendengarkan curhatan yang aku ceritakan panjang lebar tanpa volume atau jari-jari. Aku mengatakan bahwa aku menyukai orang yang sempat aku tanyakan namanya kepada Rara, siapa lagi kalau bukan Kak Dewa. Ya, aku mengatakan bahwa aku menyukainya. Padalah aku tidak tahu mengapa aku selalu diam-diam memperhatikan bahkan sampai memikirkannya, namun aku bisa menyimpulkan bahwa aku memang tertarik padanya.
Aku tahu Rara adalah pendengar yang baik, ia bisa menerima curhatanku yang terdengar amatir ini. “Mau aku bantuin buat deket sama dia gak, Lis?” Sontak aku mempertajam pandanganku  pada Rara. “Serius, Ra? Emang kamu bisa?” tanyaku sambil memegang tangan Rara. “Ya ngga tau juga sih, tapi ya nantilah aku coba, berhasil atau gaknya sih belakangan. Haha” Aku tersenyum lebar sambil memperlihatkan deretan gigiku.
“Udah yuk ah balik ke kelas” ucap Rara sambil beranjak dari tempat duduknya. Aku mengikuti langkah Rara menuju meja penjaga. Setelah urusan kami selesai dengan penjaga perpustakaan, kami pun bergegas menuju kelas. Hujan masih cukup deras, membuat kami harus melewati teras milik kelas lain.
Aku merapatkan kedua tanganku di depan. Aku merasa sangat kedinginan hingga menggigil. Aku melirik ke arah kanan, langkahku terhenti seketika. Mataku menatap sangat lekat ke arah lelaki yang tengah menulis. Aku baru sadar ternayata aku melewati koridor kelas kak Dewa, kakak kelas yang aku kagumi. Aku tersenyum tipis dan sesegera mungkin untuk melanjutkan perjalananku menuju kelas.
***
Rupanya aku tidak puas jika  menceritakan bagaimana perasaanku hanya dengan satu orang saja. Beruntunglah aku memiliki sepupu yang ternyata sekelas dengan kak Dewa. Sebut saja Karin. Ia adalah sepupuku yang satu tahun lebih tua dariku. Aku menceritakan hal yang sama dengan apa yang aku katakan pada Rara. Karin seperti tak percaya bahwa aku menyukai teman sekelasnya itu. Entahlah, ia memang sangat heboh jika aku menceritakan sesuatu padanya, terlebih lagi kali ini berkaitan dengan teman sekelasnya. Aku semakin senang saat ia memberikan respon yang sama seperti Rara. Karin bersedia membantuku untuk mendekati kak Dewa. Tentu saja aku bahagia ketika ada dua orang yang baik hendak membantuku.
***
Waktu terus berjalan. Tak teras satu tahun berlalu. Perasaanku semakin tak bisa terkontrol. Perasaanku terhadap kak Dewa semakin menadalam saja. Aku takut jika menyukai orang yang salah. Tak ada respon apapun darinya. Dia benar-benar tipikal cowok yang cuek dan dingin. Selama aku mengenalnya juga, aku tidak pernah mendengar ia memiliki pacar ataupun gebetan. Rara dan Karin tetap memberikan informasi tentang Dewa. Karin sudah seperti pengintai untukku agar tau bagaimana dan apa saja yang Dewa lakukan jika di dalam kelas. Sedangkan Rara? Ia memang tidak terlalu sering berkomunikas denganku, karena memang kami tidak terlalu dekat. Namun sesekali ia memberikan informasi kepadaku tentang apa yang berkaitan dengan Dewa. Terlebih lagi Rara memiliki teman dekat yang bisa dibilang dekat dan akrab dengan kakak kelas termasuk Dewa, ia adalah Salsa. Salsa bisa dibilang sebagai perempuan yang supermodis dengan penampilan dan kepribadian yang sangat modern.
***
Aku mempercepat laju motor matic kesanyanganku. Hari itu aku bangun agak terlambat karena semalam aku menyelesaikan tugas hingga larut malam. Aku khawatir sekali jika pintu gerbang ditutup. Pandanganku sangat fokus menatap jalanan yang sedikit basah karena hujan semalam.
Bersyukur ternyata gerbang sekolah belum ditutup. Aku melirik jam tanganku, lima menit lagi menunjukkan pukul 07.00. Aku segera masuk dan memarkirkan kendaraanku.
Dengan cepat aku menaiki tangga menuju kelasku. Sampai di depan pintu kelasku, aku mendengar suara keributan dari dalam, tak sengaja aku mendengar apa yang mereka ributkan. Ternyata mereka meributkan kabar bahagia Rara yang mempunyai pacar baru dan itu adalah kak Dewa.
Aku yang masih berdiri di depan pintu terdiam seperti orang bisu setelah aku mendengar kabar bahagia Rara yang mempunyai pacar baru tadi yang sama sekali tidak mebuatku ikut bahagia, malah membuatku meneteskan air mata. Aku tak menduga bahwa Rara, seseorang yang selama ini membantuku untuk bisa dekat dengan kak Dewa, sekarang menjadi pacar kak Dewa.
Bel tanda masuk pun berbunyi. Aku melangkahkan kakiku masuk ke ruang kelas dengan cepat seraya menghapus air mata yang terjatuh ke pipi dan langsung menuju tempat dudukku. Dengan rasa sakit hati dan kecewa, aku mengikuti pelajaran yang saat itu di ajarkan bu Intan.
***
“Kantin yuk, Lis!” sapa Rara dengan memukul pundakku sambil tersenyum. “Ya? Kenapa Ra?” jawabku dengan nada terkejut hingga menghentikan tulisanku yang tak karuan karena sedang melamun. “Ngelamun aja kamu. Ngelamunin apaan sih? Kantin yuk, laper nih. Aku traktir deh. Yuk!” ucap Rara. “Duluan aja deh, ntar aku nyusul. Aku belum laper.” Sambil melanjutkan tulisanku.
Teeeeennnnngggggggggg........
Suara bel pulang berbunyi, tanda semua pelajaran telah usai. Saat untuk pulang dan beristirahat menghilangkan penat yang seharian telah menguras tenaga akhirnya datang. Aku segera berjalan keluar kelas meninggalkan kelas yang saat itu sangat bising. Tiba-tiba ada suara yang memanggilku. “Lisya!” Aku menoleh ke belakang, ternyata itu suara Rara. Dia melambaikan tangannya yang mengisyaratkanku untuk menunggunya yang sedang berbicara dengan Salsa. Namun, aku berbalik arah dan melanjutkan langkahku untuk pergi, karena aku berniat untuk menjauh dari Rara, akibat berita itu .
Berhari-hari aku mencoba untuk menjauhi Rara dengan tidak terlalu menghiraukannya  dan berhenti mencari informasi tentang kak Dewa darinya, karena itu akan membuatku sakit. Yang dulunya jika ada tugas kelompok atau tugas individu lainnya, aku dan Rara sering satu kelompok atau sering mengerjakan tugas bersama. Namun sekarang, sejak beredarnya kabar itu, aku tidak pernah mengerjakan tugas bersama dengan Rara lagi dan dari itu hubungan kami menjadi renggang.
Selama Rara dan kak Dewa pacaran, aku mencoba untuk melupakan semua tentang kak Dewa. Berbagai macam cara ku lakukan, seperti mencari kesibukan yang benar-benar sibuk sampai mencoba membuka hatiku untuk orang lain. Tapi semua itu tidak membuahkan hasil dan berujung sia-sia.
Beberapa bulan berjalan, akhirnya aku mendengar kabar bahwa Rara dan kak Dewa putus. Saat itu aku meresa senang. Dimana peristiwa yang aku inginkan pun terjadi. Karena aku tidak berhasil untuk melupakan kak Dewa, jadi aku melajutkan untuk mencari tahu kehidupannya lebih dalam, karena satu tahun tidaklah waktu yang cukup untuk mencari tahu kehidupan seseorang secara keseluruhan.
***
Tahun ketiga pada masa putih biru, ketika kelas tiba-tiba di rolling. Merelakan dipisahkan dengan teman-teman yang sudah dua tahun bersama. Setelah kelas di rolling, ternyata aku tetap sekelas dengan Rara. Karena itu, aku dan Rara pun mulai dekat kembali dan juga karena ia telah putus dengan kak Dewa. Sejak situlah Rara mulai bercerita tentang hubungannya dulu dengan kak Dewa. Dia memberi tahu ku sebatas tentang bagaimana sifat, hobi dari kak Dewa.
Tentang kak Dewa sendiri, setelah ia melewati masa putih birunya, aku sebenarnya kurang tahu kemana dan dimana ia melanjutkan sekolahnya. Namun, aku bertanya kepada sepupuku Karin untuk mengetahui itu, karena dia dulunya sekelas dengan kak Dewa. Ternyata kak Dewa sekolah di sekolah yang menjadi rival dari sekolahnya Karin yaitu SMA Bina Bangsa, karena dulunya kak Dewa tidak lulus di sekolahnya Karin.
Setelah Karin memberi tahu ku dimana kak Dewa melanjutkan sekolahnya, aku hanya bisa mencari tahu tentang kak Dewa dari media sosial walaupun itu sangat minim dan kak Dewa jarang update juga disana, setidaknya itu sedikit membantu untuk menelusuri kehidupannya setelah melewati masa putih biru.
***
Tak terasa tiga tahun sudah aku mejadi anak putih biru sekaligus orang yang diam-diam memperhatikan, aku jelajahi kehidupannya, dan orang yang membuatku penasaran akan kepribadiannya yang menarik perhatian ku ketika MOS terakhir berlangsung yang tak lain yaitu kak Dewa.
Aku melajutkan sekolahku di tempat yang sama dengan Karin, yaitu SMA Nusantara. Disana aku mulai merasakan bahwa apa yang telah ku usahakan selama ini untuk mendapatkan perhatian dan hati kak Dewa itu tidak ada artinya. Tapi aku tetap bertahan menunggu dan berharap untuk mendapatkan perhatian dan hati itu, walaupun itu adalah suatu hal yang bisa dikatan tidak mungkin terjadi dan menunggu itu memang hal yang tidak menyenangkan.
Seiring berjalannya waktu, aku mulai berfikir dengan baik mengapa aku harus menunggu dan mempertahankan cinta yang tak pasti dan tak kunjung datang kepadaku. Dan akhirnya aku mencoba untuk melupakan dan menghapus tentang kak Dewa dari kehidupanku. Walau hati dan pikiran ini berkata lain, namun aku harus akui bahwa aku sudah terlalu lelah untuk menanti cinta yang tak kunjung datang itu. Tapi mungkin bukan sekarang kita bisa saling memiliki, tapi  mungkin suatu saat nanti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar